Selasa, 26 April 2011

Berkunjung ke Museum dan Rumoh Aceh

Kota Banda Aceh memiliki sebuah Museum Negeri yang terletak dalam sebuah Kompleks. Bangunan induk Museum berupa sebuah rumah tradisional Aceh, dibuat pada tahun 1914 untuk Gelanggang Pameran di Semarang, yang kemudian dibawa pulang ke Banda Aceh tahun 1915 oleh Gubernur Van Swart (Belanda) yang kemudian dijadikan Museum. Rumoh Aceh adalah sebuah rumah panggung yang berpintu sempit namun didalamnya seluruh ruangan tersebut tidak bersekat.

Sekarang ini lingkungan Museum ini telah bertambah dengan bangunan baru yang mengambil motif-motif bangunan Aceh seperti halnya bangunan Balai Pertemuan yang berbentuk kerucut yang bentuknya diambil dari cara orang Aceh membungkus nasi dengan daun pisang yang dinamakan “Bukulah”. Bukulah ini antara lain dihidangkan pada kenduri-kenduri tertentu seperti Kenduri Blang, Kenduri Maulid Nabi Besar Muhammad Saw dan lain sebagainya.

Air Terjun Suhom, Wisata Alam Yang Masih Alami

Lokasi wisata alam Air Terjun Suhom, saat ini terutama pada setiap hari libur selalu ramai dipadati pengunjung yang berekreasi, baik warga lokal maupun wisatawan asing. Berbeda halnya ketika kondisi Aceh masih terjadi konflik, sedikit sekali orang yang berkunjung ke sana.
Pengunjung yang berasal dari luar kota atau turis mancanegara yang ingin mengetahui lebih mendalam tentang seluk beluk Air Terjun Suhom, di tempat ini terdapat pemandu wisata yang berasal dari warga lokal.

Keindahan Krueng Raya

Krueng Raya, merupakan sebuah nama wilayah yang berjarak 35 Km dari Banda Aceh. Hamparan birunya air laut seolah mengundang siapa saja yang lewat untuk singgah. Pemandangan pantai begitu mempesona. 

Di daerah tersebut terdapat pelabuhan yang bernama “Pelabuhan Malahayati” yang sering dipergunakan masyarakat Banda Aceh untuk menyebrang ke pulau Weh (Sabang). Pelabuhan tersebut akhirnya dinon aktifkan setelah pelabuhan Ulee Lhe yang lebih megah dibangun (namun sama saja hancur karena Tsunami). Krueng Raya yang termasuk daerah dengan kerusakan terparah akibat Tsunami dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari Banda Aceh.

Di sepanjang pesisir pantai itu, deretan cafe, warung makan, serta bungalow peristirahatan semakin menjamur. 

Kamis, 14 April 2011

Terumbu Karang Menawan di Pulau Weh

Seiring waktu, pasca tsunami yang melanda Aceh, Pulau Weh berada sekitar 32 km dari Banda Aceh. Pulau yang disebut juga pulau sabang ini memiliki keistimewaan karena memiliki beragam objek wisata yang menarik untuk  dikunjungi. Pulau Weh yang diapit oleh terumbu karang menawan, bisa menjadi pilihan wisata alam yang menarik. Di sana, Anda bisa melakukan kegiatan menyelam di antara keindahan terumbu karang yang hidup. 
Menyelam ialah salah satu kegiatan paling dikenal di Pulau Weh. Banyak penyelam handal dan instruktur menyelam dengan senang hati akan mengantar Anda untuk menjelajahi alam bawah laut di pulau ini. Jika Anda seorang pemula sebaiknya disertai instuktur menyelam. 

Rabu, 06 April 2011

Menikmati Kuliner Khas Aceh di Simpang Lima

Kalau jalan-jalan ke Nanggroe Aceh Darussalam, jangan lupa mampir ke kawasan Peunayoung, Kota Banda Aceh. Di tempat ini tersaji berbagai aneka kuliner khas Bumi Serambi Mekah.

Makanan yang dijajakan antara lain mi khas Aceh, nasi goreng, kari kambing, dan juga aneka sate. Tersedia pula makanan yang bukan dari Aceh seperti sate padang, bebek goreng, dan sate jawa.

Untuk harga jangan takut kemahalan. Harga hampir sama dengan warung-warung kaki lima. Selain harga yang murah, pengunjung bisa santai nongkrong di tempat yang warga setempat menyebutnya rex ini.

Tak hanya makanan yang dijual di rex. Sejumlah toko suvenir juga berjejer. Jadi pendatang bisa sekalian membawa oleh-oleh sambil menikmati kuliner Tanah Rencong.

Yang tidak boleh dilewatkan saat berada di rex adalah menyeruput kopi aceh. Rasa dan aroma kopi aceh berbeda dengan kopi lainnya. Sekali minum, badan langsung terasa segar. Dan orang Aceh pun bilang, belum afdol ke Tanah Rencong jika belum menikmati kopi aceh.




Sumber:  gayahidup.liputan6.com

Selasa, 29 Maret 2011

Sejarah Aceh


Aceh (bahasa Belanda: Atchin atau Acheh, bahasa Inggris: Achin, bahasa Perancis: Achen atau Acheh, bahasa Arab: Asyi, bahasa Portugis: Achen atau Achem, bahasa Tionghoa: A-tsi atau Ache) yang sekarang dikenal sebagai provinsi Aceh memiliki akar budaya bahasa dari keluarga bahasa Monk Khmer proto bahasa Melayu dengan pembagian daerah bahasa lain seperti bagian selatan menggunakan bahasa Aneuk Jame sedangkan bagian Tengah, Tenggara, dan Timur menggunakan bahasa Gayo untuk bagian tenggara menggunakan bahasa Alas seterusnya bagian timur lebih ke timur lagi menggunakan bahasa Tamiang demikian dengan kelompok etnis Klut yang berada bagian selatan menggunakan bahasa Klut sedangkan di Simeulue menggunakan bahasa Simeulue akan tetapi masing-masing bahasa setempat tersebut dapat dibagi pula menjadi dialek. Bahasa Aceh, misalnya, adalah berbicara dengan sedikit perbedaan di Aceh Besar, di Pidie, dan di Aceh Utara. Demikian pula, dalam bahasa Gayo ada Gayo Lut, Gayo Deret, dan dialek Gayo Lues dan kelompok etnis lainnya Singkil yang berada bagian tenggara (Tanoh Alas) menggunakan bahasa Singkil. sumber sejarah lainnya dapat diperoleh antara lain seperti dari hikayat Aceh, hikayat rajah Aceh dan hikayat prang sabii yang berasal dari sejarah narasi yang kemudian umumnya ditulis dalamnaskah-naskah aksara Jawi (Jawoe). Namun sebagaimana kelemahan dari sejarah narasi yang berdasarkan pinutur ternyata menurut Prof. Ibrahim Alfian bahwa naskah Hikayat Perang Sabil mempunyai banyak versi dan satu dengan yang lain terdapat perbedaan demikian pula dengan naskah Hikayat Perang Sabil versi tahun 1710 yang berada di perpustakaan Universitas Leiden di negeri Belanda.